Cinta Tulusku
Saya seorang Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di kota M dengan panggilan Edwin. Tiga tahun yang lalu saya sehabis pulang kuliah belanja ke sebuah Toko Serba Ada yang lumayan besar di Kota M ini, karena saya seorang anak kost belanjanya juga disesuaikan dengan kantong anak kost yaitu Mie Instant dan soft drink kesukaan saya. Setelah beres keliling Toserba tersebut saya mulai antri di kassa. Sampai di kassa saya di layani oleh seorang kasir yang manis dengan body yang ramping dengan ukuran yang sangat proporsional di tambah kulitnya yang mulus dan kuning langsat, rambutnya di potong tidak terlalu pendek sehingga sangat jelas kelihatan sekali jenjang lehernya, umurnya kira-kira 30 thn. Kasir tersebut menghitung belanjaan saya yang tak banyak itu kemudian saya bayar semuanya kebetulan di saku banyak uang receh seratusan. Saat di kasih ke kasir dia nyeletuk, ” Wah anak Kost yah..?”, sambil tersenyum manis menatapku.
“Iya Mbak nih.., anak kost, mentang-mentang belanjaannya kayak gini sama duitnya receh Mbak langsung tahu saya anak Kost Makasih.., Mbak”, jawab saya sambil pergi meninggalkan kassa tak lupa juga membalas senyumnya.
Dua hari kemudian saya kembali ke tempat itu lagi, dengan harapan ketemu kasir yang cantik itu dan untuk belanja Mie dan Soft drink lagi, setelah saya melihat-lihat di luar, kasir tersebut ada, saya masuk untuk membeli Mie dan Soft drink setelah selesai langsung ke kassa yang ditempati kasir yang manis tersebut, baru sampai di depannya dia sudah ngomong, “Eh ini yang kemarin yach..?, “tanyanya.
“Lho Kok tau sich”, aku menjawab.
“Dari Belanjaanya tuh..!”, jawabnya lagi. Sambil Dia menghitung belanjaan dan kebetulan antrian masih kosong dia bilang.
“Mau lagi nggak saya kasih satu lagi coca-colanya..?”.
“Bener Nich mau ngasih saya..?”, jawab saya.
“Bener saya mau ngasih satu khusus buat anak Kos”, dia jawab sambil tertawa kemudian dia menyuruh teman kerjanya yg lain untuk mengambil minuman tersebut lantas saya bayar sambil memberi dia sebuah voucher di Cafe Gaul terkenal.
“Ini.., buat Mbak.., kalo Mbak mau..”.
“Iya saya mau..”, jawab dia.
Kemudian dia memberi saya no telepon, “Ini no telepon dan nama saya.., telepon yah..”.
“Oh.., Namanya Mbak Retno, nanti saya telepon dech..!”, saya menjawab sambil meninggalkan tempat itu.
Sekitar Jam tujuh malam saya telepon Mbak Retno setelah ngomong ngalor-ngidul dia bilang tidak ada siapa-siapa di rumah. Saya ajak Mbak Retno untuk makan malam kebetulan rumahnya tidak begitu jauh dari kost saya. Saya janjian untuk ketemu di perempatan jalan yang sudah kami tentukan. Setelah bertemu, kami langsung belanja makanan di Warteg dan terus ke rumah kost saya dan masuk ke kamar saya. Selama kita makan hanya cuman ngobrol-ngobrol saja sampai kemudian dia minta pulang karena takut orang tuanya sudah datang, tak lupa juga saya janji mau menjemput Mbak Retno besok sore sehabis pulang kerja buat minta bantuin tugas kuliah yang belum selesai.
Besoknya Jam 17.00 saya jemput dia di tempat kerjanya langsung ke rumah kost kemudian saya menyiapkan beberapa lembar Draft tugas yang mesti Mbak Retno tandai pakai stabillo, selama saya dan Mbak Retno menggambar, kita saling becanda mengomentari hasil kerja masing-masing. Saya mengambil stabillo yang di pegang Mbak Retno sambil berkata, “Udah.., ah istirahat dulu sudah banyak tuh draft yang udah kamu tandain”.
“Tanggung.., dikit lagi nih”, jawab dia sambil mencoba merebut stabillo. Tanpa di sadari saat mencoba merebut stabillo buah dada Mbak Retno menepel pada dada saya yang pada waktu itu duduk saling berhadapan, karena Mbak Retno tak berhasil merebut stabillo dari tangan saya kita saling bertatapan saling memandang diam seribu bahasa.
Secara Naluriah tanpa disuruh saya dan Mbak Retno saling mendekatkan mulut masing-masing sampai kemudian bercumbu dengan hebatnya dan bergantian mengulum lidah. Tangang kanan saya mulai meraba-raba buah dada Mbak Retno yang ukurannya sedang-sedang saja, kemudian saya membaringkan Mbak Retno di tepat tidur. Saya remas-remas buah dada Mbak Retno bergantian sampai dia mengerang, “Edwin.., nikmat.., Edwin terusin egh.., egh”. Mendengar erangannya saya makin bernafsu untuk meramas buah dada Mbak Retno,
Setelah puas meremas buah badanya, saya buka pakaian dan BH yang dipakainya, setelah terbuka langsung saya menjilati, menyedot, memilin kedua puting susunya yang di rasakan sangat nikmat sekali.
“Ah.., nikmat sekali.., ayo terus”, Mbak Retno mendesah, Saya sesekali mengigit mesra puting dan bagian susu yang lainya sampai merah. Mbak Retno tampak menikmati apa yang saya lakukan terlihat dari matanya yang merem-melek dan erangannya yang semakin keras juga pantatnya terlihat menggelinjang dan menggoyang-goyangkannya seperti orang yg sedang bersetubuh walaupun badan saya tertelungkup di pingir badan Mbak Retno. Saya semakin bernafsu dengan menjilati bagian badan yang lainnya seperti perut dan pusar sampai semua bagian itu sudah tidak ada yang terlewati.
Kemudian jilatan saya diteruskan ke kemaluannya terhenti sejenak karena Rok dan celana dalamnya masih terpakai, saat mau kubuka Mbak Retno berkata dengan Lirih, “Edwin jangan.., Edwin.., jangan”, aku tidak peduli dengan rintihannya, dengan sedikit memaksa aku berhasil membuka rok dan celana dalamnya, saya jilati bagian clitorisnya. Tak bisa di tahan lagi Mbak Retno mengelinjang dan menggoyang-goyang pantatnya semakin hebat dan semakin cepat. melihat tingkah Mbak Retno yang semakin tidak terkendali saya buka baju dan celana saya, kemaluan saya yang sejak tadi menegang terus sudah tidak sabar ingin dimasukan ke lubang kemaluan Mbak Retno. Ketika mau di masukkan, Mbak Retno menahan batang kemaluan saya dengan tangannya sambil berkata, “Jangan Edwin.., jangan.., jangan”, saya sempat berpikir sejenak nih anak bahasa tubuh sama mulutnya lain sekali, mulut bilang begitu tapi tubuh tetap mengelinjang dan mengoyangkan pantatnya.
“Mbak Retno.., nggak apa-apa sayang.., saya pinjam lubang Mbak sebentar aja..”, akhirnya dengan sedikit rayuan tersebut Mbak Retno mau menuntun kemaluan saya untuk dimasukkan ke Lubang kemaluannya. Setelah masuk semuanya Mbak Retno sedikit merintih, “Enak.., Edwin”, tanpa di komando Mbak Retno langsung mengoyang pantatnya sementara saya di atas memberi kesempatan Mbak Retno untuk dapat menikmatinya. Setelah beberapa menit Mbak Retno tampak kelihatan mau orgasme terlihat dengan mencengkram keras badan saya dan goyangannya makin cepat, juga kemaluannya yang semakin mencengkram kemaluan saya, “Ergg.., hh”, Mbak Retno pindah mencengkram pantat saya dengan sangat kuat, kemudian berhenti mengoyangkan pantatnya.
Kini bagian saya yang mengoyangkan pantat.., maju mundur.., maju mundur. Kemaluan Mbak Retno mengeluarkan bunyi, “Plok.., plok.., plok.., plok”, karena adanya gesekan kemaluan saya dengan kemaluan Mbak Retno yang telah basah oleh cairan yang keluar dari Lubang kemaluan Mbak Retno, sementara Mbak Retno hanya terengah-engah dan mengoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tak lama kemudian saya oragasme, “Crot.., crot.., crot”, cairan mani saya keluar memenuhi lubang kemaluan Mbak Retno. Saya terengah-engah dan tertelungkup menindih badannya dengan sejuta tanda tanya di kepalaku, “Gimana kalo si Mbak Retno ini penyakitan, gimana kalo si Mbak Retno ini hamil, Gimana kalo si Mbak Retno ini ngajak kawin”, itulah beberapa pikiranku saat itu.
Kemudian Mbak Retno mengusap keringat di kening saya dengan tissue yang ada di meja sebelah tempat tidur. Mbak Retno berkata, “Kamu cape sayang..?”, saya mengangguk kemudian mengelus-ngelus rambutnya, terlihat di matanya ada air mata yang meleleh.
“Kenapa kamu nangis sayang..?”, tanyaku.
“Saya mau berterus terang sama kamu Edwin..” Mbak Retno menjawab dengan air mata yang masih meleleh.
“Saya sudah pernah menikah.., Edwin..”.
“Apa..!”, jawabku agak sediikit kaget.
“Trus suami kamu kemana..?”, saya bertanya.
“Suami saya telah meninggalkan saya tanpa tanggung jawab tujuh tahun yang lalu..”, jawabnya sedih.
“Udah punya anak..?” tanyaku, Mbak Retno menggelengkan kepala sambil mengusap air matanya yang masih meleleh. Masih dalam keadaan bugil saya dan Mbak Retno ngobrol banyak tentang keadaannya, dari situ saya tahu Mbak Retno kawin muda karena kecelakaan sama cowok yang tidak bertanggung jawab sehingga dia mengorbankan kuliahnya di fakutas sastra pada salah satu Kampus Negeri Terkenal di kota SB karena orang tuanya tidak menyetujui perkawinannya dan suaminya itu tidak menafkahinya. Setelah ngobrol panjang saya dan Mbak Retno bermain seks sekali lagi tanpa takut dia hamil, karena Mbak Retno mengunakan alat kontrasepsi ketika suaminya masih ada, kemudian Mbak Retno dan saya mandi berdua di kamar mandi yang menyatu dengan kamar kost dan saya mengantarkanya pulang.
Setelah kejadian itu saya dan Mbak Retno sering melakukan seks di kost saya sampai sekarang, apabila saya udah horny tinggal telepon sama dia, begitu juga bila dia ingin ngesex. Mbak Retno suka dateng mengunjungi rumah kost saya, sampai pada akhirnya karena Mbak Retno perhatian, ketulusanya, sayang dan setia banget sama saya juga servisnya di tempat tidur yang hebat sekali saya bilang “I Love U ” pada Mbak Retno. Saya sudah bisa menerima masa lalunya dan sekarang Mbak Retno jadi pendamping saya sampai kini, entah nanti.
0 komentar: to “ Cinta Tulusku ”
Posting Komentar