Ya, Saya Roy Takeshi
Kamis 30 September 2004, jam menunjukkan pukul 09.25. Tiba-tiba telepon di meja kerjaku berdering.
“Hallo?” kataku ketika telepon kuangkat.
“Pak Roy, sibuk tidak sekarang?” tanya suara wanita.
Aku sangat tahu pasti suara siapa itu. Ibu Anne, Kepala Bagian Keuangan di perusahaan tempat aku bekerja sekarang.
“Tidak begitu sibuk, Bu..” jawabku.
“Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanyaku.
“Bisa ke ruangan saya sekarang, Pak Roy?” kata Ibu Anne lagi.
“Bisa.. Bisa, Bu,” kataku dengan pasti.
“Apakah ada masalah dengan Divisi saya, Bu?” tanyaku lagi.
“Tidak. Tidak ada masalah kok. Pak Roy datang saja kesini..” katanya.
“Maaf nih, saya minta Bapak hormat,” tambahnya lagi.
“Baik, Bu.. Segera..” kataku sambil menutup telepon lalu bangkit dan segera menuju lantai ii tempat Ibu Anne berada.
“Masuk saja, Pak Roy!” kata Ibu Anne ketika aku ketuk pintu ruang kerjanya.
“Duduklah. Santai saja..” katanya.
“Ada perlu apa, Bu?” tanyaku setelah aku duduk.
Entah kenapa Ibu Anne menatapku sambil tersenyum. Ibu Anne berumur sekitar 37 tahun, 4 tahun lebih tua dari aku sekarang. Orangnya lumayan cantik, tinggi badan sedang, kondisi tubuh sangat terjaga. Banyak karyawan yang mencuri pandang kalau Ibu Anne sedang berjalan karena sangat menggoda gerakan tubuhnya. Aku terdiam sambil menatap matanya.
“Tidak ada apa-apa kok, Roy..” kata Ibu Anne membuka percakapan.
“Aku hanya mau tahu pendapat Pak Royu tentang sesuatu..” katanya lagi.
“Apa itu, Bu?” tanyaku.
Ibu Anne kembali tersenyum.
“Pak Roy suka buka-buka internet, kan?” tanyanya.
Aku mengangguk.
“Pak Roy pernah buka situs tentang cerita begituan?” tanyanya sambil merapatkan kedua telapak tangannya.
Aku diam sambil menatap matanya sesaat.
“Pernah, Bu.. Sesekali..” jawabku sambil tersenyum.
“Pak Roy pernah lihat situs *****?” tanyanya lagi.
“Ya..” jawabku pendek.
“Memangnya ada apa, Bu?” tanyaku.
Ibu Anne tersenyum.
“Pak Roy pernah baca cerita-cerita karya Roy Takeshi?” tanya Ibu Anne bernada menyelidik.
“Mm.. Pernah,” jawabku sambil menatap mata Ibu Anne.
“Saya sangat suka semua cerita karya dia?” ujra Ibu Anne sambil tersenyum.
“Tapi sepertinya saya sangat mengenal gaya bahasa dan redaksi yang dia gunakan..” kata Ibu Anne sambil menatap tajam mataku.
Aku diam sambil menatap matanya pura-pura tidak mengerti.
“Dan ada satu cerita yang judulnya “Wahh..!” kayaknya saya pernah dengar cerita itu di lingkungan Perusahaan kita,” katanya lagi terdengar semakin menyelidik.
“O ya? Memangnya disini ada berita apa, Bu Anne?” tanyaku berlagak bego.
Ibu Anne tersenyum.
“Sudahlah, Pak Roy.. Tidak usah kita bahas,” ujarnya.
“Nama asli Pak Roy siapa sih?” tanya Ibu Anne sambil tetap tersenyum.
“Ah, Ibu ini..” kataku sambil tertawa.
“Ini silakan baca sendiri nama asli saya,” kataku lagi sambil menyerahkan badge namaku.
“Saya tahu.. Saya tahu..” kata Ibu Anne sambil tertawa juga.
“Tapi saya sangat yakin kalau Roy Takeshi adalah salah satu karyawan Perusahaan ini..” ujarnya.
“Ada beberapa bukti dan hal lain yang menguatkan keyakinan saya, yaitu..” kata Ibu Anne sambil mengambil sebuah map lalu mengeluarkan beberapa lembar copy dari cerita-cerita Roy Takeshi. Kemudian Ibu Anne menandai beberapa kalimat dan hal lain di dalam berkas itu.
“Ini adalah gaya bahasa dan redaksi yang sangat saya kenal..” katanya sambil menyodorkan berkas itu kepadaku.
Aku meneliti semua hal yang diberi tanda olehnya.
“Itu adalah tulisan Pak Roy..” katanya pasti sambil menatap tajam mataku.
“Cerita dengan gaya bahasa dan redaksi seperti ini siapa saja bisa buat, Bu,” kataku sambil meletakkan berkas itu di atas meja.
“Tapi kenapa ada satu cerita yang sama dengan cerita yang saya dengar di Perusahaan ini, ya?” tanya Ibu Anne sambil tersenyum.
“Apakah itu bukan faktor kebetulan?” sanggahku.
“Bukan..” jawabnya.
“Umur serta asal daerah Roy Takeshi sama dengan Pak Roy,” tambah Ibu Anne.
“Dugaan saya betul kan, Pak..” tanya Ibu Anne.
Aku terdiam sambil menatap matanya dalam-dalam.
“Ya, saya Roy Takeshi!” aku menjawab jujur setelah menimbang segala sesuatunya.
Ibu Anne tersenyum..
“Saya minta agar hal ini hanya Ibu saja yang tahu..” kataku santai sambil menyandarkan tubuhku di kursi.
“You can count on me..” jawabnya sambil tersenyum.
“Lagian saya sangat menyukai Roy Takeshi akan kejujuran dia dalam menceritakan pengalaman pribadinya dalam beberapa cerita,” ujarnya.
“Apakah cerita Roy Takeshi menjijikkan, Bu?” tanyaku.
“Sama sekali tidak. It’s all natural. Saya suka kok,” katanya lagi.
“Saya tidak menyangka kalau seorang Pak Roy ternyata sangat pandai menulis juga,” pujinya.
“Ah, hanya sekedar kebetulan saja saya suka menulis, Bu..” kataku.
“Pak Roy nanti ada waktu tidak untuk makan malam,” tanya Ibu Anne.
“Ada acara apa nih?” tanyaku sambil tersenyum.
“Tidak ada acara apa-apa kok. Hanya sekedar ingin makan malam dengan seorang penulis kesukaan saya,” ujarnya sambil tersenyum.
“Suami Ibu ikut?” tanyaku.
“Tidak. Hanya kita saja..” jawabnya.
“Baiklah..” kataku.
“Sampai sore nanti,” kataku sambil lalu segera menuju pintu.
“Sampai sore nanti,” katanya pula.
Sorenya selepas jam kerja, aku dan Ibu Anne segera meluncur ke salah satu Restoran ternama di Casablanca. Setelah semua makanan tersedia, kami segera menyantapnya. Setelah selesai, kami berbicara santai sambil meneguk beberapa gelas Wine.
“Istri Pak Roy sudah menunggu ya di rumah?” Ibu Anne sambil meneguk minumannya.
“Tidak juga. Saya sudah bicara akan pulang agak malam..” jawabku.
“Suami Ibu?” tanyaku.
“Oh, dia masih bersama dengan relasinya..” jawabnya.
“Saya mau tanya sesuatu, Pak..” katanya.
“Menurut Pak Roy, saya menarik tidak?” tanyanya sambil menatap mataku.
“Akan saya jawab jujur,” kataku sambil meneguk minumanku.
“Saya tidak akan jawab tentang penilaian pribadi saya terhadap Ibu,” kataku.
“Tapi saya hanya mau bilang bahwa hampir semua karyawan tertarik sama Ibu,” kataku jujur.
“Mungkin itu bisa menjawab pertanyaan Ibu,” kataku lagi.
“Hampir semua karyawan?” tanyanya.
Aku mengangguk.
“Termasuk Pak Roy?” tanyanya sambil memegang tanganku di atas meja.
Aku terdiam sejenak sambil menatap matanya.
“Ya, saya suka Ibu,” jawabku.
Digenggamnya tanganku lalu ditarik dan diciumnya.
“Saya juga sangat menyukai Pak Roy sejak pertama bertemu dulu..” ujarnya sambil menatap mataku.
Kami saling bertatapan selama beberapa waktu sambil meremas tangan.
“Pak Roy mau temani saya malam ini?” tanyanya.
“Ya..” jawabku sambil tersenyum.
“Mau istirahat dimana?” tanyanya langsung.
“Terserah Ibu Anne saja..” jawabku.
“Baiklah..” katanya..
Segera kami meluncur ke satu hotel di daerah sekitar itu juga. Setelah check-in, kami segera masuk ke kamar.
“Saya mau mandi dulu, Bu..” kataku.
“Kita mandi bersama saja. Saya juga kegerahan nih..” katanya.
Ibu Anne tanpa ragu melepas pakaiannya di depan mataku.
“Tolong buka pengaitnya, Pak Roy,” katanya sambil mendekatkan belakang badannya kepadaku.
Lalu aku buka kaitan BH-nya. Aku sendiri hanya tinggal memakai celana dalam saat itu. Setelah melepas BH-nya, Ibu Anne berbalik lalu tersenyum. Dirangkulkan tangannya ke leherku.
“Saya bahagia bisa berdua dengan Pak Roy,” katanya sambil mengecup bibirku.
Aku balas kecupannya sambil memeluk tubuhnyua erat. Kami berciuman hangat mulanya. Lama-lama ciuman kami jadi liar disertai rabaan dan remasan pada masing-masing tubuh kami. Sambil tetap berdiri aku remas buah dadanya sementara lidah dan mulutku bermain di buah dada yang satunya lagi.
“Ohh, Royy..” desah Ibu Anne sambil meremas rambutku.
“Ohh.. Sshh..” desahnya makin keras ketika tanganku turun dan masuk ke celana dalamnya lalu mengelus memeknya yang sudah basah.
sAku perosotkan celana dalamnya sampai lepas. Aku dorong badannya ke bibir meja, kemudian aku berjongkok. Wajahku tepat berada di depan memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat.
“Pak, Royy..” desahnya ketika lidahku mulai menjilati belahan memeknya dari bawah sampai kelentitnya.
Mata Ibu Anne terpejam dan mulutnya mendesis ketika lidahku menjilati kelentitnya dengan keras dan cepat sementara jariku menusuk keluar masuk lubang memeknya.
“Uhh.. Ooww.. Sshh…” desah Ibu Anne sambil menggoyangkan pinggulnya.
Aku terus jilati memeknya sambil tanganku yang satu masuk ke celana dalamku lalu kukocok kontolku sendiri.. Sampai akhirnya, “Ohh.. Mmhh..” jerit lirih kenikmatan Ibu Anne terdengar seiring dengan mengejang badannya ketika air mani menyembur nikmat di memeknya. Aku terus jilati belahan memek Ibu Anne. Cairan rasa asin dan gurih yang keluar dari memeknya aku jilat habis.
“Ohh, Royy!” jerit lirih Ibu Anne lagi ketika aku masukkan lidahku ke lubang memeknya.
Aku mainkan lidahku sebentar di dalamnya. Tak lama aku hentikan jilatanku. Aku bangkit lalu aku cium bibirnya.
“Pak Roy, belum pernah saya merasakan kenikmatan seperti tadi sebelumnya..” kata Ibu Anne lalu mengecup bibirku.
Aku hanya tersenyum sambil melepas celana dalamku.
“Pindah ke ranjang, Bu..” pintaku.
“Iya..” jawabnya.
Di atas ranjang, tanpa banyak cakap aku langsung setubuhi Ibu Anne.
“Ohh.. Enak sekali rasanya, Pak Roy..” bisik Ibu Anne ketika aku keluar masukkan kontolku di memeknya.
“Pengen rasanya setiap saat bisa seperti ini dengan Pak Roy..” bisiknya lagi sambil menggoyangkan pinggulnya.
“Saya juga ingin seperti itu. Bu..” kataku, “Tapi kalau terlalu sering terlihat berduaan, bisa bahaya nantinya..” kataku lagi sambil terus menggenjot kontolku.
Ibu Anne tersenyum. Aku hentikan gerakanku, lalu aku cabut kontolku dari memeknya.
“Tengkurap, Bu..” bisikku.
Ibu Anne kembali tersenyum lalu membalikkan badannya. Pantatnya yang bulat besar padat sangat menambah gairahku. Perlahan aku masukkan kontolku ke lubang memeknya dari belakang.
“Mmhh..” desah Ibu Anne sambil memejamkan matanya.
Aku setubuhi Ibu Anne dengan posisi begitu selama beberapa waktu sampai akhirnya aku rasakan kalau aku hampir orgasme. Aku cabut kontolku, kemudian aku balikkan tubuh Ibu Anne.
“Hisap, Bu..” bisikku sambil mengangkangi wajahnya.
Kontol yanmg masih basah oleh cairan memek dikulum dan dihisapnya dengan nafsu.
“Ohh..” desahku sambil memejamkan mata.
“Terus, Bu..” kataku sambil memompa kontolku pelan di mulutnya.
Orgasmeku hampir sampai..
“Boleh saya keluarkan di mulut Ibu?” pintaku dengan suara serak menahan nikmat.
Ibu Anne mengangguk sambil tetap menghisap kontolku. Tak lama, croott!! croott!! Air maniku tumpah banyak di dalam mulutnya. Terlihat Ibu Anne gelagapan sesaat. Dilepasnya kontolku dari mulutnya. Mulutnya terlihat agak kembung mengulum air maniku. Sambil matanya terpejam, terlihat Ibu Anne menelan air maniku dengan agak susah..
“Untuk pertama kalinya saya menelan air mani..” kata Ibu Anne sambil tersenyum.
“Benarkah?” kataku sambil membaringkan badanku di sampingnya.
“Iya, Pak Roy..” bisik Ibu Anne sambil membalikkan badannya ke arahku.
“Saya sangat senang sekali malam ini bersama Pak Roy,” kata Ibu Anne sambil menjatuhkan kepalanya di dadaku.
Aku belai mesra rambutnya.
“Kapan-kapan kita bisa bersama lagi, kan?” tanyanya sambil kepalanya tegak menatapku.
“Ya..” kataku sambil tersenyum.
“Boleh saya minta sesuatu?” tanyaku serius.
“Apa?” tanya Ibu Anne lirih.
“Bolehkan saya membuat cerita tentang kita ini?” tanyaku lagi.
Ibu Anne tersenyum.
“Sangat boleh sekali, Roy Takeshi,” jawabnya sambil mengecup bibirku.
“Tapi jangan gunakan nama asli saya, ya?” pintanya.
“Of course..” sambil mengecup bibirnya.
“Kita jadi mandi bersama, tidak?” tanyaku sambil mencubit pipi Ibu Anne.
“Yuk!” kata Ibu Anne sambil turun dari tempat tidur.
0 komentar: to “ Ya, Saya Roy Takeshi ”
Posting Komentar